Senin, 09 April 2012

Writing Challenges


Dia
Penulis :  Nonier
Hal 186-187
Mila menyandarkan punggungnya di kursi, lalu merebahkan dirinya ke samping. “Besok Sally ulang tahun, aku harus pergi sama siapa nih?”keluh Mila.
“Ajak saja salah satu teman di manajemenmu.” Usul Sasa.
“Dan, digosipin media? Malas. Aku maunya ngajak Saka.”
“Ya udah, ajak aja dia.”
“Kakak ini pura-pura nggak tahu ya. Saka itu nggak mau dan nggak akan pernah mau. Aku sudah hampir putus asa sama dia.” Mila memejamkan matanya. “Putus asa tapi sangat menginginkannya.”
“Kamu udah nembak dia belum sih?” Tanya Sasa.
“Aku nembak Saka? Emangnya mau bunuh diri? Mau  ditaruh dimana mukaku kalau aku ditolak mentah-mentah?” Suara Mila meninggi. “Pedekate aja dijauhin.”
“Kamu belum aja sudah pesimis. Siapa tahu kalau kamu nembak diluan, dia mau. Sebelum Janu menembakku, aku diluan yang bilang ke dia kalau aku suka sama dia.” Kata Sasa buka rahasia. Mila tertawa dan melirik calon kaka iparnya.
“Iya mas?”
Janu mengangguk. “Aku pernah ketemu Saka dan nanyain hubungan dia sama kamu. Bukan bermaksud mematahkan semangat sih, tapi dia bilang kalian nggak ada hubungan apa-apa. Dia sepertinya memang nggak berminat sama cewek. Trauma kali.”
“Kamu menemui Saka?”
“Mas menemui Saka?”
Sasa dan Mila bertanya bersamaan. Janu yang memindah-mindahkan channel teve dengan remote control hanya mengangguk.
“Ngapain kamu ketemu Saka, emang ada urusan apa?”Tanya Sasa menyelidik.
“Ya dalam rangka bantuin adik kamulah, Sa. Tiap ngomongin Saka merengek terus begitu.” Itu sebagian kecil tujuannya, sebagian besarnya adalah mengetahui ada apa antara Denia dan cowok itu. Namun sekali lagi dia tidak bilang. “Menurutku sih, masih banyak cowok baik dan keren diluar sana. Ngapain membatasi diri pada dia saja. Kamu cantik, menarik, sukses, pasti banyak tuh yang pada ngantre.”
“Mas tahu konsep jatuh cinta habis-habisan nggak sih?”
“Itu karanganmu?” Janu balik bertanya, rada geli.
“Iya, karena rasanya tuh kayak gitu, Mas. Habis-habisan. Pokoknya hanya mau sama dia saja.”
“Oke. Tapi apa dampaknya sekarang ini sama kamu? Penderitaan yang nggak ada habis-habisnya juga. Hati ini tidak boleh dimiliki satu orang saja.”
----------------------------
Dibah Jadi :
Mila menopang kedua dagunya, matanya menatap  ke arah  pantai, tapi pikirannya entah kemana. Dia menghela nafas. “Besok Sally ulang tahun, aku harus pergi sama siapa nih?”keluh Mila.
“Ajak saja salah satu teman di manajemenmu.” Usul Sasa yang berbaring di sampingnya beralaskan tikar, menikmati angin pantai dan menatap langit yang biru cerah di atas sana.
“Dan, digosipin media? Malas. Aku maunya ngajak Saka.” Desis Mila.
“Ya udah, ajak aja dia.”
“Kakak ini pura-pura nggak tahu ya. Saka itu nggak mau dan nggak akan pernah mau. Aku sudah hampir putus asa sama dia.” Mila memejamkan matanya. “Putus asa tapi sangat menginginkannya.”
“Kamu udah nembak dia belum sih?” Tanya Sasa.
“Aku nembak Saka? Emangnya mau bunuh diri? Mau  ditaruh dimana mukaku kalau aku ditolak mentah-mentah?” Mila menggerutu sedih.  “Pedekate aja dijauhin.”
Mila kembali menghela nafas. Ah seandainya cowok itu tidak begitu dingin. Selama ini sebenarnya harga dirinya sedikit terusik dengan sikap dingin Saka. Tapi perasaannya tidak bias dibohongi. Dia mencintai pria bermata sendu itu.
“Kamu belum aja sudah pesimis. Siapa tahu kalau kamu nembak diluan, dia mau. Sebelum Janu menembakku, aku diluan yang bilang ke dia kalau aku suka sama dia.” Kata Sasa buka rahasia. Mila tertawa kecil dan melirik calon suami saudara kembarnya itu. Dia duduk di samping Sasa dan sedang berkutat dengan kameranya. Melihat foto-foto yang mereka jepret tadi.
“Iya Mas?”
Janu mengangguk. Dia beralih sebentar menatap wajah Mila. Rasanya dia ingin mengatakan sesuatu pada penyanyi cantik bersuara merdu yang kini wajahnya sangat sendu itu. Meski awalnya ragu tapi akhirnya dia berujar.
“Aku pernah ketemu Saka dan nanyain hubungan dia sama kamu. Bukan bermaksud mematahkan semangat sih, tapi dia bilang kalian nggak ada hubungan apa-apa. Dia sepertinya memang nggak berminat sama cewek. Trauma kali.”
“Kamu menemui Saka?”
“Mas menemui Saka?”
Sasa dan Mila bertanya bersamaan. Janu hanya mengangguk. Kemudian menghela nafas.
“Ngapain kamu ketemu Saka, emang ada urusan apa?”Tanya Sasa menyelidik. Yang dia tahu Saka dan Janu tak pernah akur. Mereka pernah satu Tim Basket, dan saat mereka satu Tim selalu bertengkar hingga akhirnya Saka keluar dari Tim Elang Muda dan masuk ke Tim Satria Putih, musuh bebuyutan Elang Muda di Liga Basket, perseteruan mereka pun kian kental.  Meski Mila tidak tahu itu. Awalnya dia sempat pusing juga mengetahui adik kembarnya itu menyukai Saka yang mereka kenal di sebuah pesta. Tapi melihat Mila sangat menyukai Saka dia enggan mengatakan kalau Saka dan Janu tidak pernah akur. Lagipula dia sempat berpikir seandainya Saka jadian sama Mila, mungkin  mereka berdua bisa akur.
“Ya dalam rangka bantuin adik kamulah, Sa. Tiap ngomongin Saka merengek terus begitu.” Dan itu hanya tujuan sampingannya saja. Sebenarnya yang ingin dia tahu kenapa Saka berubah. Satu hal yang tidak pernah diceritakannya pada Sasa, dulu mereka adalah sahabat. Tadinya saat mengetahui Mila menyukai Saka, sebenarnya dia berharap, hal itu bisa menjembatani lagi pertemanan mereka yang terputus. Tapi rasanya tidak mungkin. Karena kini dia tahu kenapa Saka berubah, kenapa Saka dingin terhadap perempuan, bahkan dengan perempuan secantik Mila.
Sasa menatap tunangannya itu dengan tatapan tak percaya. Yang dia tahu Janu punya harga diri yang sangat tinggi. Masa hanya karena Mila menyukai Saka dia mau membanting harga dirinya dan menemui orang itu?
Merasa ditatap Sasa dengan pandangan menyelidik, Janu kemudian berkata pada Mila “Menurutku sih, masih banyak cowok baik dan keren diluar sana. Ngapain membatasi diri pada dia saja. Kamu cantik, menarik, sukses, pasti banyak tuh yang pada ngantre.”
Kembali Mila menghela nafas.  “Mas tahu konsep jatuh cinta habis-habisan nggak sih?” Deisnya parau. Mengandung tangis.
“Itu karanganmu?” Janu balik bertanya, tapi dia sendiri sebenarnya mengetahui konsep cinta habis-habisan yang dikatakan Mila. Ya konsep cinta habis-habisan yang juga dimiliki Saka.  Dia tahu konsep itu, tapi tak dapat menerimanya. Akhirnya dia tahu kenapa Saka membencinya. Dia juga akhirnya tahu kenapa Saka dingin terhadap perempuan.
Karena Denia. Mantan pacar Janu saat SMA. Janu tidak pernah tahu kalau Saka sangat mencintai Denia. Dia tahu dulu Saka sangat perhatian terhadap hubungan mereka, yang Janu ingat dulu, Saka sangat marah jika dia menyakiti Denia. Tadinya dia pikir itu wajar, karena Denia adalah teman kecil Saka. Tapi ketika mereka mulai serius di basket, dia jarang bertemu Denia. Akhirnya dia memutuskan Denia.
Tadinya dia pikir Denia akan baik-baik saja. Kemarin dia baru tahu, sejak dia memutuskan hubungannya 4 tahun lalu Denia berubah jadi pemurung. Enggan kuliah dan kerjanya hanya melamun di kamar dan terkadang menangis sendiri di kamarnya. Itu cerita Saka sambil menatapnya penuh  amarah. Saka tadinya berpikir dia dapat mengubah hati Denia. Tapi ternyata dia salah. Hati Denia telah terpaku pada satu orang. Padanya. Karenanya Saka sangat membencinya.
“Iya, karena rasanya tuh kayak gitu, Mas. Habis-habisan. Pokoknya hanya mau sama dia saja.” Suara Mila membuyarkan Janu dari lamunannya. Dia tak habis pikir kenapa seseorang bisa mencintai seseorang begitu dalam sampai mengabaikan diri sendiri.
“Oke. Tapi apa dampaknya sekarang ini sama kamu? Penderitaan yang nggak ada habis-habisnya juga. Hati ini tidak boleh dimiliki satu orang saja.”
Janu menghela nafas. Ya tidak boleh! Kita boleh saja sangat mencintai seseorang, tapi kita juga harus siap ditinggalkan! kita boleh saja mencintai orang sedemikian besar, tapi kita juga harus siap jika seseorang itu tidak mencintai kita denagn cinta yang sama.Batin Janu lalu kembali menatap wajah sendu Mila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar