Minggu, 01 Januari 2012

KETIKA CINTAKU DATANG Part I


Navi melirik jamnya. Sudah jam 7.15, dia menghela nafas. Pasti telat deh. Dia menggedikkan bahu. Yah sudah lah toh terlambat juga, ngapain buru-buru? Lari-lari juga hasilnya tetap saja : terlambat!

            “Mau apa?” Tanya Satpam sekolah ketika di berdiri di depan gerbang.
Navi melirik jamnya, sudah jam 8. Dia berusaha tersenyum.  “Mau masuk pak.”
Satpam itu mengerutkan keningnya. Dia memang tidak kenal seluruh siswa yang ada di sekolah itu. Tapi siswa yang sedang berdiri di depan gerbang itu rasanya wajahnya belum pernah dia lihat. “ Kamu siswa sini?”
“Ia Pak, nih lihat badge saya.” Navi menunjukkan bahu kanannya.
“Tapi rasanya belum pernah lihat.” Gumam Satpam itu.
Navi nyengir. Ya pastilah bapak nggak pernah lihat aku, ini hari pertamaku sekolah di sini! Dan di hari pertama kau sudah terlambat, hebat Nav! Batin Navi bicara pada dirinya sendiri.
“Kelas berapa?”
“Sebelas IA3 Pak.”
“Sebelas IA3?” Satpam itu mengerutkan kening, kebetulan dia paling akrab sama hampir seluruh anak dari kelas XI IA3, tapi rasanya dia nggak kenal Navi.
“Kamu siswa baru ya?”
“He eh pak.”
Satpam itu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu tahu batas jam keterlambatan.”
Navi menggeleng.
“Paling lama itu jam 7.45, lewat jam 7.45, gerbang tidak akan dibukakan lagi.”
“Yah Pak, tolong dong, saya kan nggak tahu, ini hari pertama saya.”
“Nggak ada tapi-tapian.”
“Ada apa pak?”
Mampus dah! Batin Navi ketika melihat siapa yang datang mendekati gerbang.
“Ini Bu ada Siswa yang terlambat minta dibukakan gerbang, padahal ini sudah lewat jam toleransi keterlambatan kan?”
Bu Maria, Kepala Sekolah menurunkan kacamatanya lalu menatap Navi. Navi celingak celinguk sambil bersenandung kecil. Bu Maria menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ya sudah buka gerbangnya Pak, dan kamu ikut saya!”
Navi menghela nafas. Pasti bakalan dapat ‘kotbah’ deh, yang tabah ya Nav! Keluh Navi dalam hati.
“Duduk!”
Navi duduk di sofa yang ada di ruangan Bu Maria. Navi sedikit menunduk sambil menatap Bu Maria dengan wajah lugu.
‘Kamu itu ya….”
Begh, intro setiap memulai kotbahnya nggak berubah! Selalu diawali : Kamu itu ya! Dengan pasrah Navi mendengar omelan Bu Maria, Kepala Sekolah yang juga sahabat Ibunya.
“Kamu paham?”
Navi melirik jamnya. 40 menit cing! Huh selesai juga. Biasanya kalau beliau sudah mengeluarkan kosa kata : kamu paham? Kotbahnya sudah dipenghujung.
“Navita!”
“Paham Tan…eh..Bu.”
“Ok, kamu masuk setelah istirahat.”
“Lah bukannya sekarang aja Tan eh Bu?”
“Kamu belum melaksanakan hukuman, kamu masuk kalau sudah menyelesaikan hukuman kamu.”
Gubrak! Navita rasanya mau pingsan. Jadi tadi 40 menit mendengarkan ‘kotbah’ tadi itu bukan hukuman?
‘Kamu bilang apa?”
“Eh bukan apa-apa Tan eh Bu!” Tanpa sadar tadi Navi menggerutu dan hampir saja di dengar Bu Maria.
“Tan, Bu, Tan Bu! Lidahnya harus dibiasakan, kemarin-kemarin saya sudah ingatkan itu?”
“Ia Tan, eh Bu!”
Bu Maria melotot.
Ups! Navi menutup mulutnya.
“Kamu siram semua bunga yang ada di kantor ini, dan kamu perhatikan apa ada rumput tumbuh di pot. Kalau ada, cabut. Dan bersihkan semua debu yang ada di ruangan ini. Paham ?”
“Paham tan, eh…”
Plak! Navi mendapat hadiah di bokongnya. Dia meringis. Susah! Selama 15 tahun dia memanggil pakai Tante, ya maaf kalau susah manggil Ibu, batinnya. Dan dia tambah meringis ketika melihat bunga yang ada di ruangan 5 x 6 m itu. Ini Kantor Kepala Sekolah apa Taman Bunga sih?
Navi melirik jamnya. Yes 5 menit lagi bel istirahat, jadi aku bisa keluar dari ruangan ini. Dia menghitung detik demi detiknya hingga mendekati jam istirahat.
“Kamu ngapain sih?”
“Eh ngitung waktu Tan, eh…”
Bu Maria menggeleng-gelengkan kepalanya. Navi cuma nyengir lebar.
“Tan eh Bu saya permisi dulu ya!” Pamit Navi smabil buru-buru keluar dari ruangan itu ketika bel istirahat berbunyi.
“Tunggu!”
Navi lunglai dia kembali masuk. “Ya Bu.” Yes, berhasil manggil Ibu.
Bu Maria tersenyum. “Kamu nggak perlu tas kamu?”
Ups! “Hehehehe.” Dia mengambil tasnya dari sofa sambil menatap Bu Maria dan tertawa malu. “Lupa, permisi dulu ya Bu.”
Bu Maria mengangguk. Dasar!
Huf…kirain mau dikasih bonus hukuman. Dia berjalan di koridor. Tak diperdulikannya tatapan beberapa mata ke arahnya. Dia berjalan menuju kelas XI IA3.
Dia membuka pintu yang diatas pintunya bertuliskan XI IA3. Ruang kelas kosong, karena peraturan sekolah ini saat istirahat siswa tidak boleh ada dalam ruangan kelas.
Navi mencari meja yang kosong. Diperiksanya semua laci. Navi bersorak girang dalam hati ketika mendapati sebuah meja dengan laci kosong di belakang sudut kanan ruangan kelas. Dia segera menghempaskan dirinya di kursi dan memasukkan tasnya ke dalam laci meja. Dia menelungkupkan kepalanya di meja. Capek… Sudah semalam nggak tidur, dengerin kotbah, beres-beres kantor Kepsek, hoam…..! Ngantuk! Tidak sampai semenit Navi sudah terlelap.

“PR dari Bu May sudah siap?”
“Ini lagi dikerjain, tinggal sedikit.”
“Bel sebentar lagi bunyi loh, kalau belum selesai, kamu tahu kan Bu May sensi lihat kamu.”
“Ah bawel, ia, tau! Makanya jangan berisik.” Rabu masih menyalin jawaban dari kertas Tan.
Tan tertawa kecil.
“Kudoain Bu May cepat kawin, biar dia nggak sensitive lagi.” Tambah Vito.
Rabu melotot pada kedua temannya. Konsentrasinya terganggu. Dia menarik nafas lega. Begitu menuliskan angka terakhir bel tanda istirahat usai berbunyi.
“Finish! Yok ke kelas.”
Ketiganya meninggalkan sudut perpustakaan menuju kelas mereka, XI IA3.
“Eh kenapa?” Tanya Vito ketika masuk kelas, perhatian seluruh penghuninya mengarah ke sudut kanan kelas. Memperhatikan Navi yang sedang tidur dengan lelapnya.
“Eh siapa tuh?” Tanya Tan pada Ribka.
“Nggak tahu, tadi kita masuk udah ada. Kirain tadi penampakan, tahunya beneran orang.” Kirana yang duduk di depan Ribka yang menjawab.
Tan, Vito dan Rabu berjalan menuju meja masing-masing. Meja Tan ada di depan meja yang ditempati Navi. Meja Rabu di sebelah meja Navi, hanya berjarak setengah meter. Dan Vito duduk di depan Rabu.
“Siapa sih?” Tanya Vito pada Patty yang duduk di depannya. Patty menggedikkan bahunya.
“Hm.”
Mendengar gumaman khas itu serentak mata yang tadinya berpusat ke sudut kelas beralih ke depan kelas, tepat di tengah-tengah Bu May sudah berdiri dengan dagu sedikit terangkat.
“Ada apa?”
M…, itu bu.” Samantha yang duduk di depan persis di depan meja Bu May menunjuk kearah Navi.
Bu May melihat ketempat yang ditunjuk Samantha. Dia mengerutkan keningnya. Kemudian dia berjalan menuju bangku Navi. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu mengetuk-ngetuk dengan keras meja Navi. Navi terbangun dan dengan nada malas menggerutu. “Ia…ia…ada apa sih?”
Seluruh kelas tertawa. Navi segera tersadar dia ada di mana. Dia mengangkat wajahnya dan tersentak ketika melihat Bu May. Mulutnya terbuka hendak mengucapkan sesuatu, namun pelototan Bu May membuatnya urung buka suara. Dia menggigit bibirnya.
“Kamu Siswa baru?”
“Ia..Kk..Bu!”
“Tapi kita tadi nggak ada lihat kamu masuk?” Tanya Patty.
Navi menggaruk pipinya. “Tadi telat, jadi dihukum Ta..eh Bu Kepala Sekolah. Jadi baru masuk deh.”
May menggeleng-gelengkan kepalanya. Navi menatap bu May tersipu.
“Ok, baiklah, kita mulai pelajarannya. PR yang kemarin dikumpul.”
“Lah murid barunya nggak dikenalin dulu bu?” Tanya Tito si biang kerok kelas.
“Nggak perlu kenalan-kenalan sekarang, nanti kalian juga bisa kenalan sendiri.”

Navi menggaruk pipinya lagi lalu melirik ke sampingnya, Rabu sedang menatapnya.
“Apa?” Tanyanya pelan, hampir tanpa suara.
Rabu menggeleng. Navi mendengus lalu dia menatap Bu May yang sedang mengabsensi sambil mengumpulkan tugas mereka.
Navi meperhatikan siapa-siapa yang maju ketika dipanggil Bu May.
Alika, Bella, Doni…hoam…Navi menahan kuapnya agar tak mengeluarkan suara.
“Rabu.”
“Rabu? Hihi… ada ya yang namanya Rabu? Nggak kreatif amatnya sih bapaknya ngasih nama.” Tanpa sadar Navi menyeletuk. Pelan, tapi di dengar jelas oleh Vito, Tan dan Rabu sendiri. Ketiganya melotot kearah Navi. Navi kaget.
Ups! Siapa nih salah satu dari mereka yang bernama Rabu?
“Rabu!” Kembali Bu May memanggil.
Rabu mendengus, melirik Navi tajam, sebelum maju menyerahkan tugasnya.
Widih, dia yang namanya Rabu? Begh, matanya sinis amat? Batin Navi. Kenapa juga dua orang ini menatapku sinis juga? Navi menatap Tan dan Vito bergantian. Keduanya mendengus.
Sebelum duduk, kembali Rabu menatap Navi tajam. Navi mengerutkan kening. Seram amat nih cowok! Tapi kemudian dia cuek.
Navi paling benci Fisika, dia membuka bukunya melirik jadwal yang disalinnya kemarin. Mampus, 3 les berturut-turut Fisika. Tubuh Navi lunglai. Sejujurnya dia malas masuk jurusan IPA. Bukan karena dia bodoh, tapi dia memang lebih suka ilmu social daripada IPA, tapi karena mamanya memaksanya masuk IPA, jadilah dia harus masuk IPA. Aih makasih Mam, sudah buat aku keriting, Batin Navi kesal.
Semenit lagi…semenit lagi… Batin Navi sambil melirik jamnya. Dan ketika bel akhirnya berbunyi hampir dia melompat karena girangnya. Bu May menatap ke arahnya, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
“Baiklah, sampai di sini pertemuan kita hari ini. Sampai jumpa 2 hari lagi, selamat siang.”
“Siang Bu…..” Koor anak-anak kelas XI IA3. Setelah Bu May keluar, mereka berhamburan keluar kelas kecuali Navi. Dia masih mengantuk.
“Eh, saat istirahat nggak boleh ada di ruangan loh.” Tegur Vito.
“Tahu.” Desis Navi.
‘Lah, kalau tahu keluar dong.”
“Apa sih bawel amat?’
“Aku ketua kelas, kalau ada siswa yang melanggar aturan ketua kelas juga kena tahu!”
“Oh ketua kelas ya? Maaf ya, masih lemas nih, nanti kalau ketahuan, aku sendiri deh yang nanggung hukumannya.”
“Udalah To, yuk keluar.” Ajak Tan.
Navi melirik Tan. Nih cowok kayaknya lebih sinis dari si Rabu itu. Dia menoleh kearah Rabu. Rabu masih menatapnya dengan pandangan tak suka. Buset dah! Sensi amat nih cowok-cowok sama aku. Navi menghembuskan nafasnya keras lalu menelungkupkan wajahnya ke meja.
Ketiganya menggelengkan kepala lalu meninggalkan Navi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar